Iwan fals konser di Bali, OI padati GOR Ngurah Rai
Dibandingkan dengan konser pertama Iwan Fals, the Living legend
musisi Indonesia yang diadakan pada bulan April 2003 di panggung terbuka
Ardha Candra Denpasar, rasa untuk menyaksikan Mega Konser yang
diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 2012 oleh Koperasi Keran
kemarin, bisa dikatakan berkurang sangat jauh. Ada keraguan untuk
mengambil Tiket Masuk yang ternyata hanya seharga 50ribu rupiah saja,
sehingga saya baru memesannya seminggu sebelum pegelaran dimulai.
Bisa jadi lantaran fokus perhatian saya pribadi kini terhadap karya
om Iwan Fals sudah mulai berkurang jika dibandingkan era 80/90an dahulu,
bisa juga karena faktor kelahiran putri kami yang kedua sehingga ada
rasa berdosa jika saya meninggalkan keluarga untuk bersenang-senang
sendirian.
Ya, sendirian. Padahal dengan harga tiket masuk yang awalnya
dibanderol seharga 100ribu dan naik pada awal Oktober menjadi 125
ribuan, ternyata saya malah mendapatkan dua tiket seharga 50ribu. Lha,
trus mau ngajak siapa dong, bathin saya selama seminggu terakhir. Dan
kalo memang benar itu seharga 50ribuan, lantas apa saja yang didapatkan
bagi pembeli tiket bulan-bulan awal kemarin yah?
Berdasarkan waktu yang tertera pada HTM, kurang lebih penonton
diminta hadir pada pukul 18.00 wita, sore hari. Namun beruntung,
informasi berlanjut saya dapatkan bahwa Mega Konser om Iwan Fals kali
ini rupanya dibuka oleh dua musisi lokal Bali yang namanya sudah beken
dikenal, bli bagus Nanoe Biroe dan Trio macan eh punker Superman Is
Dead. Artinya besar kemungkinan, om Iwan Fals mendapat jatah manggung
paling akhir atau sekitar pukul 20.00 wita. It’s okay, toh mereka berdua
juga gag kalah keren dengan om Iwan. Maka agar sempat menyaksikan
penampilan keduanya, sayapun berangkat menuju lokasi konser, GOR Ngurah
Rai Denpasar sekitar pukul 18.45 wita. Yang sayangnya jauh melenceng
dari rencana.
Sampai di lokasi, waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 wita. Waktunya
SID tampil nih pikir saya. Namun ternyata meleset sangat jauh. Untuk
sekitar 30 menitan berikutnya, saya dan juga beberapa penonton lain
disuguhkan sajian iklan tentang koperasi Keran, sang penyelengara yang
jujur saja jadi agak aneh mengingat disampaikan di sebuah event konser
musik. Sepegetahuan saya selama ini menonton konser, mungkin baru kali
ini bisa ditemui presentasi seperti ini :p dan rupanya beberapa penonton
yang duduk manis di sekitaran, mengaku sejak nyampe sudah disuguhi
sajian macam ini. Lha, musiknya kapan ? :p
Tepat pukul 19.35 wita, Superman Is Dead tampil menggebrak panggung
meski dengan jumlah penonton yang masih sangat sedikit untuk ukuran
perkiraan saya pribadi. Bisa jadi seperti kata Bobby sang vokalis bahwa
‘tumben nih mereka tampil di event yang memberikan harga Tiket Masuk
50ribuan, yang bisa ditebak pembelinya hanya ‘orang-orang yang sudah
taraf dewasa sehingga sulit mengharapkan aksi penonton penuh anarki dan
mandi lumpur. Sepanjang pantauan hanya sebagian kecil penonton di
barisan depan saja yang melakukan aksi khas sajian konser musik rock.
Itupun didominasi anak-anak muda Outsiders yang secara kebetulan
tertangkap kamera dalam rentang jangkauan terbatas. Sementara kami yang
ada di barisan belakang masih santai duduk manis dan terbengong bengong.
Hehehe…
Sambutan baru mulai meriah saat SID menyatakan tampil kolaborasi
bareng om Iwan Fals lewat karya Air Mata Api dari album Mata Dewa
(1989). Vokal om Iwan yang seharusnya mendominasi lagu ini digantikan
oleh Eka sang pembetot Bass SID dengan nada yang tak kalah kerennya.
Koor makin menjadi saat karya om Iwan yang kedua dilantunkan secara
bersama yaitu Kemesraan dan secara spontan memanas saat dilanjutkan
dengan ‘Jika Kami Bersama’.
Yang keren dari penampilan SID malam itu adalah hadirnya Bobby lewat
gitar Akustik membawakan karya ‘Jadilah Legenda’ dan Jerink yang sempat
mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi alam lingkungan Bali
terutama kasus Mangrove yang belakangan menghangat. Sangat menyentuh
kawan…
Sekitar pukul 20.30an wita barulah om Iwan Fals bersama band barunya,
Toto Tewel, Feri, Raden dan siapa yah yang megang keyboard ? menggedor
lapangan GOR Ngurah Rai lewat karya-karya ternama miliknya yang
dilantunkan secara bersama-sama di sepanjang lagu. Dari ‘di bawah Tiang
Bendera, Hatta, Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi atau Sore Tugu
Pancoran dengan cepat dilahap habis oleh barisan Orang Indonesia yang
pula datang hadir jauh-jauh ke Bali. Tak lupa karya fenomenal grup Swami
dengan Bongkar dan Bento, serta Bunga Trotoar yang masih berasal dari
album yang sama.
Penonton baru terdiam saat Iwan melantunkan karya terbarunya ‘Tentang
Sampah’ yang sedianya bakalan hadir di album terbaru kelak. Namun tak
menunggu waktu lama saat ‘Wakil Rakyat, Aku Sayang Kamu hingga Pesawat
Tempurku dilantunkan. Mengagumkan. Diusianya yang kini telah menginjak
setengah abad, om Iwan Fals masih setangguh dahulu meski lontaran joke
atau sindiran moral sudah gag sekuat dulu.
Yang makin mengagumkan adalah tampilnya Drum Solo mas Raden yang
menggebuk drum setnya dengan penuh tenaga tanpa melupakan irama yang
dijaga begitu baik. Penampilan ini mengingatkan saya pada set list Drum
Solo yang biasanya hadir pada band-band besar dan ternama seperti God
Bless aka Gong 2000 lewat Yaya Muktio, Guns N Roses lewat Matt Sorum
hingga Queen. Ingatan saya juga melayang ke penggebuk drum era 90an yang
mengambil rekor MURI terdahulu.
Saking lamanya om Iwan tampil, gag terasa waktu sudah menunjukkan
pukul 23.00 wita. Usai memperkenalkan cahaya kehidupannya dari Yos sang
istri, Cikal putri om Iwan yang jadi judul album tahun 1991, serta Raya
putra terakhirnya dimana Galang diyakini berada disekitar kami, Tiga
Rambu yang kini menjadi organisasi resmi milik om Iwan, Mata Dewa
dilantunkan sebagai tembang pamungkas. Entah apakah setelah karya ini
Iwan kembali memberi tambahan setlist seperti halnya konser band ternama
lainnya, yang pasti sayapun dengan langkah pasti meninggalkan arena
yang rupanya tidak terlalu banyak menghabiskan ruang yang tersedia.
Tampilnya om Iwan Fals di Bali 27 Oktober 2012 kemarin malam, sudah
lebih dari cukup buat saya. Rasanya kalopun bakal dilanjutkan sampai
pagipun, saya sudah tidak berminat untuk melanjutkan sesi. Rasa kangen
pada putri kami yang kedua, mengalahkan segalanya. Maka langkah demi
langkahpun saya lakoni untuk pulang. Tak percuma berjalan kaki dari
rumah demi sebuah nama besar Iwan Fals.
Jujur, saya masih berharap besar bisa menonton secara langsung konser
om Iwan bersama sekian nama besar lainnya yang masuk angkatan Beliau
saat masa Orde Baru dulu. Swami, Kantata Takwa atau Dalbo. Bisa jadi ini
hanyalah sebuah impian yang brangkali harus saya pendam mengingat
kondisi kesehatan mereka yang sudah lanjut usia, atau barangkali bisa
menjadi sebuah pe-er bagi siapapun yang kelak ingin mendatangkan Iwan
Fals kembali di Bali. Yah, siapa tahu ?
*sumber: http://www.pandebaik.com
Currently have 0 komentar: